Penyihir Permainan Ogi
Konon di Provinsi Sumatera Selatan, ketika bulan purnama menyinari sawah dengan cahaya peraknya, seorang kuntilanak dengan pesona gaib muncul, berusaha memikat para pengembara yang tersesat.

Cantik dan misterius, mengenakan kimono berwarna biru malam yang dalam, Komayo menggoda para korbannya yang malang dengan pesonanya yang tak tertahankan, dengan licik mengajak mereka bermain Ogi, variasi kuno dari catur Melayu. Mereka yang menerima undangannya akan terseret ke dalam labirin gerakan-gerakan yang tak terjangkau.
Namun, seiring permainan berlanjut di bawah pohon kamboja, kelelahan yang mencekam mulai menguasai para pemain, mengaburkan penilaian mereka dan meresap ke dalam tulang mereka, yang tak terelakkan menuntun mereka ke tidur yang sedalam air Sungai Musi.
Dalam tidur yang dalam inilah Komayo mengungkapkan wujud aslinya sebagai kuntilanak. Dia mengambil kekuatan hidup mereka, hanya meninggalkan gema kosong dari kekuatan mereka yang dulu. Jiwa-jiwa korban yang malang ini kemudian berubah menjadi arwah gentayangan, roh orang-orang yang mati dengan kekerasan, dikutuk untuk mengembara tanpa akhir. Dihantui oleh kenangan memesona akan Komayo dan disiksa oleh harapan sia-sia untuk menyelesaikan permainan Ogi mereka, mereka mengembara selamanya di sawah-sawah berkabut, terjebak dalam pencarian yang tak selesai dan mimpi yang hancur.
Kisah ini berasal dari legenda candi-candi kuno dan cerita misterius dari desa-desa terpencil yang, seiring waktu, telah menjadi peringatan akan godaan hal-hal yang tidak dikenal dan pengejaran kenikmatan yang ceroboh. Ini adalah peringatan yang bergema sepanjang masa, pengingat akan garis tipis yang memisahkan hasrat dari kehancuran.